Translate

Powered By Blogger

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Saturday, October 9, 2021


Eksistensi diri tiga perempuan dalam "Trois Femmes Puissantes" karya Marie NDiaye

                                    Yeni Artanti, Diajeng Sofyanti, Muhammad Deni Reza P., Wiwin Hartanti

                                                                    Abstract


Manusia sepanjang hidupnya secara terus-menerus melakukan tindakan-tindakan untuk menunjukkan keberadaan dirinya. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan eksistensi diri ketiga perempuan yang  terepresentasi dalam Trois Femmes Puissantes karya Marie Ndiaye.  Penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif dengan teknik analisis interpretatif dengan menggunakan pendekatan eksistensialisme sebagai acuan analisis.  Data-data berupa kata, frasa, kalimat atau paragraf terkait eksistensi ketiga tokoh perempuan, yaitu Norah, Fanta, dan Khady Demba yang terkumpul melalui pembacaan secara berulang, pencatatan, pengelompokan  atau pengklasifikasian kemudian dianalisis dan diinterpretasikan untuk disajikan.  Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketiga perempuan yaitu Norah, Fanta, dan Khady Demba merepresentasikan tokoh-tokoh yang mencoba melakukan perlawanan terhadap dominasi kulit putih, dunia patriarki, dan kapital dengan mencoba menjadikan diri mereka ‘ada.’  Ketiganya meng’ada’ dengan menjadi pribadi yang bertindak terhadap hidup mereka. Kecemasan, ketakutan, kepedihan, penderitaan, pengalaman traumatis, emosi dan juga keputusasaan yang seringkali mengungkung perempuan, dijadikan sebagai pengalaman eksistensi untuk meng‘ada’ sebagai perempuan dan pribadi. Kegetiran hidup Norah karena trauma kehilangan sosok ayah, ikatan cinta suami Fanta yang memenjarakan, dan jeratan kebutuhan ekonomi yang melilit Khady Demba tidak membuat tiga perempuan ini putus asa, tetapi justru menjadikan mereka sebagai individu yang konkret dan unik dalam memilih eksistensi mereka sendiri, yaitu sebagai pengacara, ibu rumah tangga, atau pekerja seks, setidaknya mereka memilih untuk bertindak dengan sadar. Ketiganya menyadari keberadaannya sebagai manusia.  File dapat didownlod melalui link pada  LiteraVol 19, No 3 > Artanti

 


 

Masih tentang Tiga Perempuan Tangguh

Postingan kali ini adalah tentang artikel terkait perempuan perkasa ketiga dalam "Trois Femmes Puissantes" Karya Marie NDiaye (2009) yang telah dipublikasikan Jurnal Arif, edisi perdana Vol.1. No. 1 tahun 2021. Proses penulisan dan research yang cukup panjang terus terang menyita tenaga, pikiran yang bercampur  macam perasaan dan emosi. Novel khas posmodern sekaligus poskolonialisme bergenre realisme magis ini seperti pendulum yang siap berayun ke kanan dan ke kiri tanpa permisi. Membacanya harus siap ikut trance dalam balutan kata-kata yang muaranya sering kali membingungkan. NDiaye berhasil menyajikan cerita tentang ketiga perempuan dengan kekhasannya masing-masing. Selamat membaca. (YA)

http://journal.unj.ac.id/unj/index.php/arif/article/view/21554

Sunday, April 11, 2021

Tentang keluarga dan negara sebagai 'lahan refleksi diri'


 KELUARGA DAN NEGARA: RUANG NEGOSIASI DIRI DALAM NOVEL QUI A TUÉ MON PÈRE KARYA ÉDOUARD LOUIS

Yeni Artanti, Burhanudin Burhanudin

Abstract


Abstract (Title: Family and State: Space of Self-Negotiation in “Qui A Tué Mon Père” Novel’s by Édouard Louis). Literary work reflects a culture outside its world. A family cannot be separated from the society and country to which it is belonged to. Individuals in a family cannot be disconnected from their genetics. Using Bourdieu’s theoretical reference, this qualitative descriptive study aims to describe the habitus, symbolic violence, and the arena of power in the novel “Qui a tué mon père” or “Who Killed My Father” by Édouard Louis. The results showed that the habitus manifested through the main character “Je” or “I” was obtained through an individual historical process as someone born in a poor and working family structurally dominated by society and state. In conclusion, the main character, who experienced symbolic violence from his family (father and mother) and his social environment (neighbor, school, and government), tries to negotiate his identity through this novel.   

Keywords: habitus, symbolic violence, an arena of power, dialectical, structural-constructivist https://journal.uny.ac.id/index.php/diksi/article/view/34020

Monday, December 21, 2020

Norah : Perempuan yang Bertumbuh dalam 'Trois Femme Puissantes" karya NDiaye

Manusia harus melakukan tugas pertumbuhannya dengan melakukan berbagai macam pilihan.  Norah dalam 'Trois Femme Puissantes' menunjukkan bagaimana perempuan dapat tumbuh secara baik meskipun dihimpit oleh berbagai macam persoalan hidup yang sering kali tidak masuk akal dan membuat kita bingung. "No Pain No Gain' mungkin tepat untuk menggambarkan bagaimana perjuangan tohoh Norah untuk menghadapi ketakutan dan kebencian terhadap dirinya sendiri atas penolakan ayah kandungnya karena terlahir perempuan. Ulasan kami yang dipublikasikan dan dapat di download melalui Jurnal Atavisme berikut semoga bermanfaat.  Selamat membaca.  (YA). 




Tuesday, June 2, 2020

Tentang Konsep Diri Perempuan


Stupeur et tremblements : Amélie Nothomb : 9782253150718
Add caption



Tentang Konsep Diri Perempuan dalam Stupeur et Tremblements silahkan buka di tautan berikut  https://journal.uny.ac.id/index.php/litera/article/view/30465

Wednesday, May 27, 2020

Belajar dari Maryam (2)



Allah SWT demikian menyayangi Maryam dan bayinya. Maryam yang diperintah Allah SWT untuk berpuasa berbicara,  akhirnya berani pulang. Kerumunan masyarakat Bani Israil dan berbagai macam celaan dan cercaan tidak dihiraukannya. Dia menjalani puasa mbisu seperti perintah-Nya, dia hanya menunjuk kepada bayi dalam buaiannya dengan perasaan yang bercampur aduk.   Bayi mungil Isa a.s karena Allah Ar-rabb (Maha Mengatur) yang memampukan siapa yang dikehendaki-Nya untuk berbicara.

“ Sesungguhnya aku hamba Allah, Dia memberiku Kitab (Injil) dan menjadikanku seorang Nabi, dan Dia menjadikanku seorang yang diberkahi di mana saja aku berada, dan Dia memerintahkan kepadaku untuk salat, menunaikan zakat selama aku hidup, dan berbakti kepada ibuku, dan Dia tidak menjadikanku sebagai orang yang sombong lagi celaka. Dan kesejahteraan semoga dilimpahkan kepadaku pada hari kelahiranku, pada hari wafatku, dan pada hari aku dibangkitkan hidup kembali.” (QS. Maryam: 30-34).

Mungkin masih ada pertanyaan, "Bagaimana Maryam yang seorang perempuan tidak disentuh seorang laki-laki manapun dapat mempunyai anak? Apakah anak yang dikandungnya adalah anak Tuhan kalau begitu?"  

Tentu bagi kita yang beriman,  hal itu mudah saja bagi Allah SWT, “Kun fa yakun...”  “Maka jadi, jadilah!" Apakah kita kemudian mengatakan Maryam dan Isa adalah Tuhan? Tentu saja tidak.
Bukankah penciptaan Nabi Adam a.s tak kalah hebatnya dengan penciptaan Nabi Isa a.s? Bayangkan tanpa Bapak dan Ibu! Apakah kemudian kita menjadikan nabi Adam a.s sebagai Tuhan?
Tentu saja tidak. Lalu pertanyaannya, mengapa sebagian Bani Israil menuhankan Nabi Isa, a.s ? Apakah karena Nabi Isa, a.s dapat menghidupkan  orang mati, dapat menyembuhkan orang buta, orang sakit?

Almasih artinya ‘pengusap', apapun yang diusapnya akan menjadi baik dan selamat serta mulia karena Allah Ta'ala tentu saja.  Bukankan akan sangat mudah bagi setan untuk menggelincirkan manusia dengan keistimewaannya yang demikian itu dan menganggapnya sebagai Tuhan? Dan memang manusia adalah makhluk yang suka berlebihan dan suka berbantah-bantahan serta suka membolak-balikkan kata-kata.

"Wahai Ahli Kitab! Janganlah kamu melampaui batas dalam agamamu, dan janganlah kamu mengatakan terhadap Allah kecuali yang benar. Sungguh Almasih Isa putra Maryam itu, adalah utusan Allah dan yang diciptakan dengan kalimat-Nya dan jangan kamu mengatakan, "Tuhan itu tiga," berhentilah itu lebih baik bagimu. Sesungguhnya Allah Tuhan Yang Maha Esa, Mahasuci Dia dari anggapan mempunyai anak. Milik-Nyalah apa yang ada di langit dan di bumi. Dan Cukuplah Allah sebagai pelindung." (An-Nisa:171).

Ajaran Nabi Musa a.s dalam Kitab Taurat pun telah mengalami pergeseran sedemikian rupa demi nafsu manusia. Memang manusia itu makhluk yang demikian mudah terombang-ambing dan tergoda oleh iblis. Bayangkan, baru ditinggal Nabi Musa a.s selama 40 hari untuk berdoa kepada Allah a.s sementara urusan umatnya diserahkan kepada Nabi Harun a.s, dan apa yang terjadi? Ketika kembali, umatnya sudah menjadi menyembah patung sapi dari emas! Bagaimana sepeninggalnya? Allahu a'lam. 

Saya sungguh merasa beruntung menjadi perempuan yang mengenal dan belajar dari Maryam melalui Al-Quran. Bagi saya, Al-Quran adalah  petunjuk yang sangat jelas dan tidak ada keraguan sedikitpun terhadapnya. Satu surat yang sederhana, tidak terbantahkan dan tidak perlu diperdebatkan adalah QS. Al Ikhlas “Katakanlah (Muhammad), “Dialah Allah, Yang Maha Esa (1). Allah tempat meminta segala sesuatu, (2). Allah tidak beranak dan tidak pula diperanakkan (3). Dia tidak ada yang setara dengan Dia (4).”

Film yang tak sengaja saya temukan dalam link di bawah ini, membantu pemahaman bagaimana Maryam dan kondisi masyarakat Bani Israil pada waktu itu...  Meleleh perasaan saya dan tak sanggup untuk tidak menangis.  Alur ceritanya sesuai dengan apa yang tertulis dalam Al-Quran, setting tempat sangat membantu memahami keadaan pada waktu itu.

Kisah Maryam Part 1 Subtitle Bahasa Indonesia 

Semoga kita semua dapat mengambil pelajaran terhadap  kisah Maryam binti Imran dan Nabi Isa a.s dan menambah kecintaan kita  terhadap Nabi Muhammad SAW dan meningkatkan ketaatan kita kepada Allah SWT. Semoga kita dimampukan untuk mengikuti petunjuk-petunjuk-Nya. Amiin ya robbal alamiin. (YA)

Belajar dari Maryam (1)



Refleksi kedua di ujung Ramadan tahun 2020 dan baru terselesaikan di awal bulan Syawal

Semua bermula dengan kegelisahan terhadap pencarian diri yang entah ujungnya  dimana… Allahu a’lam.  Menjadi perempuan Islam dan bagaimana posisinya dalam Al-Quran… 

Hati dan pikiran langsung tertuju pada satu-satunya nama perempuan yang dijadikan nama surat  dalam Al-Quran  “Maryam,”  surat ke-19 dari 114.  Siapa Maryam? Tentu kita semua sudah mengenalnya. Dialah perempuan keturunan Imran, Maryam binti Imran, ibunya bernama Hannah atau Hanna,  terpilih dari sekian perempuan Bani Israil untuk mengandung  bayi Almasih Isa a.s  tanpa suami! Bagaimana mungkin? Bagi Allah SWT, kami percaya, tidak ada yang tidak mungkin. Ini juga ujian ketaatan bagi manusia. Jika Allah berkehendak dan mengatakan "Kun fayakun! Maka jadilah ia..." Tapi jelas bahwa itu hanya untuk Maryam putrinya Imran bukan Maryam yang lain.

Bergetar hati membayangkan perempuan yang begitu kuat, kokoh, dan tangguh sekaligus  penuh dengan kelembutan, kepasrahan, kesantunan, kesalihan, dan ketaatan kepada Tuhannya. Dikotomi yang luar biasa. Maryam digambarkan sebagai seorang perempuan yang begitu suci dan shalihah serta mulia dan tiba-tiba harus mengandung tanpa bersentuhan dengan laki-laki manapun. "Dan ingatlah ketika para malaikat berkata,“Wahai Maryam! Sesungguhnya Allah telah memilihmu, menyucikanmu, dan melebihkanmu di atas segala perempuan di seluruh alam.” (Ali Imran: 42).  

Maryam lahir sebagai yatim. Ayahnya bernama Imran dan telah meninggal sejak ia di dalam kandungan. Keluarga Imran adalah salah satu keluarga yang dimuliakan Allah SWT seperti juga Keluarga Ibrahim a.s. Maryam dinazarkan oleh Ibunya, Hannah, untuk menjadi seorang yang sholehah  untuk mengabdi di Baitul Maqdis (berdasarkan penelusuran beberapa sumber Baitul Maqdis adalah Jerusalem atau daerah di sebelah timur Jerusalem). Karena kehendak Allah SWT, sejak usia 3 tahun diasuh dan dididik oleh Nabi Zakaria a.s dan  diserahkan untuk menjadi pelayan suci di Baitul Maqdis (sesuai nazar Hannah, ibunya). Padahal waktu itu ada larangan seorang perempuan memasuki tempat itu. Sungguh berat ujian yang harus dilaluinya. 

Pada masa itu, Tuhan telah mewahyukan kitab-kitab sebelum Al-Quran, yaitu Zabur kepada Nabi Daud a.s dan Taurat kepada Nabi Musa a.s.  Jangankan setelah para nabi itu wafat, Bani Israil memang mudah sekali tergoda untuk menyelewengkan ajaran ketauhidan serta keesaan Allah SWT untuk kepentingan manusia-manusia pemuja dunia. Nah, Allah SWT memberikan karunia kepada Bani Israil dengan turunnya Nabi Isa a.s, ingat ya... khusus kepada Bani Israil bukan untuk seluruh umat manusia, karena setelah Nabi Isa a.s akan ada penerusnya yang lemah lembut serta budi pekertinya yang sangat baik dan kenabiannya juga diakui oleh Isa a.s, yaitu Nabi Muhammad SAW, sebagai nabi seluruh umat, sebagai nabi terakhir. Kelak nabi Isa a.s akan membenarkan ajaran nabi Muhammad SAW ketika diturunkan kembali.

Sungguh berat ujian yang harus dijalani Maryam. Penderitaan batinnya sungguh luar biasa. Penderitaan itulah ujian ketaatan kepada Tuhannya. Maryam yang tidak sempat mengenal wajah ayahnya, Imran, pun harus pula berpisah dengan ibunya, Hanna, sejak kecil untuk mendapat pendidikan. Pasti ada perasaan, "Benarkan Ibu dan Ayahku mencintaiku atau menyayangiku? Betapa merindu tak terkira melihat dan bertemu mereka. Ataukah jangan-jangan mereka memang tidak pernah mencintaiku? Itu sebabnya aku 'dibuang' disini?"  Dia  harus kuat menanggung ujian dan kepedihan-kepedihannya, sendiri! Siapa yang harus ditaklukannya? Ya, dirinya sendiri. Kesanggupan untuk menjadi sholehah harus dibayar dengan penderitaan yang luar biasa. Tapi saya yakin dia sangat bahagia karena Allah SWT tidak pernah meninggalkan dan melupakannya. 

“Wahai Maryam! Sesunguhnya Allah menyampaikan  firman-Nya yaitu seorang putra bernama Almasih Isa Putra Maryam, seorang terkemuka di dunia dan di akhirat, dan termasuk orang-orang yang didekatkan kepada Allah.” (QS.Ali Imran: 45). 

"Dan Maryam putri Imran yang memelihara kehormatannya, maka Kami tiupkan ke dalam rahimnya sebagian dari roh (ciptaan) Kami; dan dia membenarkan kalimat-kalimat Tuhannya dan kitab-kitab-Nya; dan dia termasuk orang-orang yang taat." (At-Tahrim:12).

Dan (ingatlah kisah Maryam) yang memelihara kehormatannya, lalu Kami tiupkan (roh) dari Kami ke dalam tubuhnya; Kami jadikan dia dan anaknya sebagai tanda kebesaran Allah bagi seluruh alam.  (Al-Anbiya, 91).

Dari kutipan surat-surat di atas, sudah sangat jelas bahwa roh yang ditiupkan Allah SWT melalui malaikat Jibril adalah ciptaannya. Roh itu bukan jelmaan Tuhan, tetapi ciptaannya. Allah SWT lah pencipta semua roh yang ada di bumi dan seluruh semesta alam. Hanya Dia satu-satunya yang patut kita sembah. Bukan roh ciptaannya!

Maryam harus mengasingkan dirinya karena tak sanggup memberikan penderitaan dan kesedihan bagi keluarganya. Dia berusaha untuk menunjukkan ketegarannya karena tak sanggup melihat kesedihan apalagi kehinaan keluarganya.   Dia menjalani hari-hari sunyi bersama bayi dalam kandungannya, berjalan dan terus berjalan, sendiri. Berjuang dan terus berjuang. Dan ketika waktu melahirkan akan tiba, Maryam berteduh di bawah batang pohon kurma, bersandar dan menahan kesakitan luar biasa, hendak melahirkan bayi yang namanya pun sudah dipilihkan oleh Allah SWT. Maryam hampir saja berputus asa waktu itu, tak sanggup menahan sakitnya, ”Wahai, betapa (baiknya) aku mati sebelum ini, dan aku menjadi seorang yang tidak diperhatikan dan dilupakan.” (QS.Maryam: 23). 

Allah memang Maha segala sumber kekuatan dan maha Mengasihi. Kelahiran Almasih Isa a.s membawa suatu berkah bagi orang tuanya, bagi Maryam dan bagi keluarga Bani Israil.  Malaikat Jibril dikirim Allah SWT untuk memberitahu bahwa ada buah kurma di atasnya dan minuman di bawahnya untuk bekalnya menyusui bayinya. Perjuangan Maryam belum selesai, dia harus kembali berjalan pulang kepada kaumnya, Bani Israil. Membayangkan berbagai macam pertanyaan dari masyarakat saja sudah ngeri rasanya. "Maryam kembali bersama bayinya?," "Bukankah ayah dan ibunya seorang yang shaleh? "Bagaimana mungkin Maryam menjadi pezina?"  

Siapa yang pernah  melahirkan bayi, tentu tahu betapa luar biasa sakitnya.  Beruntunglah saat ini ada dokter atau bidan yang membantu proses melahirkan. Subhanallah.... Maryam binti Imran, melahirkan sendiri! Tanpa kawan! Pun untuk sekedar mendengarkan jeritan kesakitan! Sendiri. Bisa dibayangkan betapa berat penderitaannya waktu itu. Tapi dia adalah Maryam binti Imran, perempuan yang spesial.  

Seperti halnya Maryam, mungkin saya adalah salah satu diantara sekian perempuan di dunia yang juga hampir menyerah, berhenti dan meninggalkan 'pertempuran' proses melahirkan. Diperlukan kekuatan dan ketangguhan diri untuk mengatakan, "Ya saya bisa dan lillahi ta'ala."  Berpeluh menahan sakit segala sakit! Waktu itu segala nasehat dan kata-kata hiburan tak ada artinya! Meski dari orang terdekat sekalipun. Sungguh suatu perjuangan antara hidup dan mati. Hanya berbekal keyakinan bahwa segala daya, upaya, serta kekuatan adalah milik Allah SWT. La haula wa quwwata illa billah. 

Mengandung, melahirkan, membesarkan, dan mendidik  anak adalah perjalan panjang yang harus kita jalani sepanjang hayat dan terus menerus. Bagaimana tidak sepanjang hayat... setelah anak kita lahir apakah tugas kita selesai sampai disini? Tidak, kita harus terus melindunginya secara fisik maupun psikis, ketika anak mulai bisa berbicara dan melakukan banyak hal apakah kemudian tugas kita selesai? Tidak... bahkan sampai anak itu kelak memiliki kehidupannya sendiri... kita harus terus menerus melindunginya dengan doa terbaik yang kita bisa.  Mungkin memang benar bahwa manusia adalah mahluk yang selalu bergantung seumur hidupnya... Bukankan itu yang diajarkan Tuhan untuk makhluknya? Kita memang selayaknya bergantung pada zat yang layak menjadi gantungan kita. Pencipta segala makhluk dan alam semesta. Semoga Allah ridho terhadap segala peran yang kita miliki sehingga anak-anak yang lahir dari rahim kita semua dapat menjadi anak yang sholeh dan sholehah. Amiin  ya Mujib. 



                                                                                                            Lanjutan... refleksi ketiga..