Translate

Powered By Blogger

Tuesday, December 26, 2017

Kajian Singkat "Pedagogy of the Oppressed" (Pendidikan untuk Kaum Tertindas)-Paulo Freire

     Paulo Freire merupakan tokoh pendidikan Amerika Latin yang melihat permasalahan pendidikan sebagai masalah struktural (sosio-ekonomis, politik dan kebudayaan). Dalam “Pendidikan untuk Kaum Tertindas” Freire menegaskan keberpihakannya terhadap pendidikan untuk kaum-kaum yang tertindas (the oppressed). Ketertidasan itu bisa dari rezim otoriter, struktural-sosial yang deskriminatif, karena suku, ras, jender, agama, warna kulit, dan lain sebagainya. Permasalahan pokoknya adalah humanisasi. 
    Humanisasi merupakan sesuatu yang harus diperjuangkan, karena sejarah menunjukkan bahwa humanisasi maupun dehumanisasi merupakan alternatif yang nyata. Untuk pembebasan demi humanisasi itu, maka perjuangan bagi pembebasan yang dilaksanakan oleh kaum tertindas harus merupakan perjuangan untuk membebaskan penindas juga agar tidak terjadi balas dendam. Ada beberapa ciri-ciri kaum tertindas yaitu (1) mereka mengalami keterasingan diri/alienasi dari lingkungannya dan tidak menjadi subjek yang otonom, (2) mengalami depresi sehingga merasa bodoh dan tidak mengetahui apapun, padahal tidak demikian. 
Dengan demikian, tugas utama pendidikan adalah untuk mengantarkan peserta didik menjadi subjek melalui (1) kesadaran kritis peserta didik dan (2) mentransformasikan struktur sosial yang menjadikan penindasan itu berlangsung. Untuk itu emansipasi atau pemberdayaan harus melibatkan kesadaran akan kedua hal tersebut. Proses pembelajaran yang demikian mengandaikan relasi guru-siswa sebagai subjek-subjek bukan subjek-objek. Guru bukan lagi hanya sebagai tenaga pengajar atau fasilitator saja tetapi juga harus terlibat (bersama-sama peserta didik) dalam mengkritisi dan memproduksi suatu ilmu pengetahuan. Guru juga harus berperan sebagai pekerja kultural yang sadar bahwa pendidikan dapat dipandang sebagai kekuatan kultural untuk pembebasan dan sekaligus untuk kekuatan hegemoni atau kekuasaan, serta sebagai meria untuk mereproduksi sistem sosial status quo. Untuk itu, belajar menurut Freire merupakan proses yang tidak boleh dibatasi pada pembelajaran di kelas saja, tetapi harus lebih dari itu. Pembelajaran tidak berdasarkan teksbook saja tetapi juga harus kontekstual dan terkait dengan dunia nyata. Secara singkat, sistem pendidikan menurut Freire adalah 1) perlunya ditumbuhkan keadaran kritis peserta didik terhadap struktur sosial yang selama ini telah membelenggu dan menindas, (2) kesadaran manusia selalu berproses dipengaruhi oleh lingkungan. Pendidikan yang demikian haruslah dicapai dengan proses pembelajaran yang memposisikan guru dan siswa sama-sama sebagai subjek yang harus terlibat dalam mengkritisi dan juga memproduksi pengetahuan, (3) pendidikan demikian dipahami sebagai pendidikan yang membebaskan dari sistem hegemoni dan dominasi kultural yang mempertahankan dan mereproduksi status quo, (4) pendidikan tidak hanya dibatasi pada ruang kelas, tetapi harus kontekstual terkait dengan dunia disekitarnya. 
      Bagaimana dengan di Indonesia? Undang-Undang Dasar 1945 sebetulnya telah menjamin bahwa tujuan pendidikan di Indonesia adalah untuk “mencerdaskan kehidupan bangsa.” Dalam konteks ini, pendidikan memiliki dimensi sosial kebangsaan karena yang menjadi tujuan pendidikan bukan kecerdasan individu tetapi bangsa. Konteks pendidikan dalam konstitusi tersebut juga dapat dikatakan sebagai konsep untuk memerdekakan manusia Indonesia dari berbagai macam kungkungan dan penindasan. Telahkan bangsa ini menjamin kecerdasan bangsanya melalui pendidikan? Sepertinya belum. Jawaban itu didasarkan pada alasan sebagai berikut (1) kebijakan tentang pendidikan di Indonesia belum memihak pada golongan yang lemah, minoritas. Padahal pendidikan yang adil bukanlah pendidikan yang netral, tetapi pendidikan itu harus memihak pada kaum lemah. Ini artinya sebetulnya bangsa ini telah berkhianat pada nilai “keadilan” dalam Pancasila. Selain itu, (2) contoh atau modeling yang dipertontonkan oleh para pemimpin kita sangat jauh dari kata ‘mendidik’. Maraknya korupsi dan kejahatan publik di Indonesia yang diekspos secara besar-besaran melalui berbagai macam media, benar-benar mendekati sempurna. Masyarakat yang tidak terbiasa dengan pemikiran kritis dalam melihat pemberitaan, akan menganggapnya suatu kebenaran yang patut ditiru. Jadi, pendidikan bagaimanapun juga akan dapat menyelamatkan bangsa ini, jika kita kembali pada nilai-nilai dasar yang tercermin dari Pancasila. 

Referensi

Buku bisa didownload melalui : 
Freire, Paulo (2005). Pedagogy of the Oppressed.  The Continuum International Publishing Group Inc. Diterjemahkan oleh Myra Bergman Ramos  file:///C:/Users/TRI02/Downloads/FreirePedagogyoftheOppressed.pdf

Noel, Jana. (2000). Notable Selections in Multicultural Education. USA: McGraw-Hill.

Freire, Paulo. (2008). Freire, Paulo. (2008). Pendidikan Kaum Tertindas. Terjemahan dari Judul Asli: Pedagogy of the Oppressed by Paulo Freire, 1972. Jakarta: LP3ES.

0 comments:

Post a Comment