Translate

Powered By Blogger

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Tuesday, December 26, 2017

Kajian Singkat "Pedagogy of the Oppressed" (Pendidikan untuk Kaum Tertindas)-Paulo Freire

     Paulo Freire merupakan tokoh pendidikan Amerika Latin yang melihat permasalahan pendidikan sebagai masalah struktural (sosio-ekonomis, politik dan kebudayaan). Dalam “Pendidikan untuk Kaum Tertindas” Freire menegaskan keberpihakannya terhadap pendidikan untuk kaum-kaum yang tertindas (the oppressed). Ketertidasan itu bisa dari rezim otoriter, struktural-sosial yang deskriminatif, karena suku, ras, jender, agama, warna kulit, dan lain sebagainya. Permasalahan pokoknya adalah humanisasi. 
    Humanisasi merupakan sesuatu yang harus diperjuangkan, karena sejarah menunjukkan bahwa humanisasi maupun dehumanisasi merupakan alternatif yang nyata. Untuk pembebasan demi humanisasi itu, maka perjuangan bagi pembebasan yang dilaksanakan oleh kaum tertindas harus merupakan perjuangan untuk membebaskan penindas juga agar tidak terjadi balas dendam. Ada beberapa ciri-ciri kaum tertindas yaitu (1) mereka mengalami keterasingan diri/alienasi dari lingkungannya dan tidak menjadi subjek yang otonom, (2) mengalami depresi sehingga merasa bodoh dan tidak mengetahui apapun, padahal tidak demikian. 
Dengan demikian, tugas utama pendidikan adalah untuk mengantarkan peserta didik menjadi subjek melalui (1) kesadaran kritis peserta didik dan (2) mentransformasikan struktur sosial yang menjadikan penindasan itu berlangsung. Untuk itu emansipasi atau pemberdayaan harus melibatkan kesadaran akan kedua hal tersebut. Proses pembelajaran yang demikian mengandaikan relasi guru-siswa sebagai subjek-subjek bukan subjek-objek. Guru bukan lagi hanya sebagai tenaga pengajar atau fasilitator saja tetapi juga harus terlibat (bersama-sama peserta didik) dalam mengkritisi dan memproduksi suatu ilmu pengetahuan. Guru juga harus berperan sebagai pekerja kultural yang sadar bahwa pendidikan dapat dipandang sebagai kekuatan kultural untuk pembebasan dan sekaligus untuk kekuatan hegemoni atau kekuasaan, serta sebagai meria untuk mereproduksi sistem sosial status quo. Untuk itu, belajar menurut Freire merupakan proses yang tidak boleh dibatasi pada pembelajaran di kelas saja, tetapi harus lebih dari itu. Pembelajaran tidak berdasarkan teksbook saja tetapi juga harus kontekstual dan terkait dengan dunia nyata. Secara singkat, sistem pendidikan menurut Freire adalah 1) perlunya ditumbuhkan keadaran kritis peserta didik terhadap struktur sosial yang selama ini telah membelenggu dan menindas, (2) kesadaran manusia selalu berproses dipengaruhi oleh lingkungan. Pendidikan yang demikian haruslah dicapai dengan proses pembelajaran yang memposisikan guru dan siswa sama-sama sebagai subjek yang harus terlibat dalam mengkritisi dan juga memproduksi pengetahuan, (3) pendidikan demikian dipahami sebagai pendidikan yang membebaskan dari sistem hegemoni dan dominasi kultural yang mempertahankan dan mereproduksi status quo, (4) pendidikan tidak hanya dibatasi pada ruang kelas, tetapi harus kontekstual terkait dengan dunia disekitarnya. 
      Bagaimana dengan di Indonesia? Undang-Undang Dasar 1945 sebetulnya telah menjamin bahwa tujuan pendidikan di Indonesia adalah untuk “mencerdaskan kehidupan bangsa.” Dalam konteks ini, pendidikan memiliki dimensi sosial kebangsaan karena yang menjadi tujuan pendidikan bukan kecerdasan individu tetapi bangsa. Konteks pendidikan dalam konstitusi tersebut juga dapat dikatakan sebagai konsep untuk memerdekakan manusia Indonesia dari berbagai macam kungkungan dan penindasan. Telahkan bangsa ini menjamin kecerdasan bangsanya melalui pendidikan? Sepertinya belum. Jawaban itu didasarkan pada alasan sebagai berikut (1) kebijakan tentang pendidikan di Indonesia belum memihak pada golongan yang lemah, minoritas. Padahal pendidikan yang adil bukanlah pendidikan yang netral, tetapi pendidikan itu harus memihak pada kaum lemah. Ini artinya sebetulnya bangsa ini telah berkhianat pada nilai “keadilan” dalam Pancasila. Selain itu, (2) contoh atau modeling yang dipertontonkan oleh para pemimpin kita sangat jauh dari kata ‘mendidik’. Maraknya korupsi dan kejahatan publik di Indonesia yang diekspos secara besar-besaran melalui berbagai macam media, benar-benar mendekati sempurna. Masyarakat yang tidak terbiasa dengan pemikiran kritis dalam melihat pemberitaan, akan menganggapnya suatu kebenaran yang patut ditiru. Jadi, pendidikan bagaimanapun juga akan dapat menyelamatkan bangsa ini, jika kita kembali pada nilai-nilai dasar yang tercermin dari Pancasila. 

Referensi

Buku bisa didownload melalui : 
Freire, Paulo (2005). Pedagogy of the Oppressed.  The Continuum International Publishing Group Inc. Diterjemahkan oleh Myra Bergman Ramos  file:///C:/Users/TRI02/Downloads/FreirePedagogyoftheOppressed.pdf

Noel, Jana. (2000). Notable Selections in Multicultural Education. USA: McGraw-Hill.

Freire, Paulo. (2008). Freire, Paulo. (2008). Pendidikan Kaum Tertindas. Terjemahan dari Judul Asli: Pedagogy of the Oppressed by Paulo Freire, 1972. Jakarta: LP3ES.

Saturday, December 23, 2017

Telaah terhadap Artikel Joel Spring tentang "Penelitian tentang Globalisasi dan Pendidikan"

    Secara umum, artikel ini merupakan hasil kajian komparatif berbagai macam literatur tentang pendidikan yang terjadi sampai saat ini. Tulisan ini juga memberikan gambaran  tentang globalisasi yang awalnya terjadi di bidang ekonomi terutama produksi, konsumsi dan investasi yang kemudian dengan cepat menyebar ke negara bangsa di penjuru dunia sehingga mempengaruhi secara politis maupun budaya termasuk pendidikan dalam kebijakan maupun secara praktis. Sayangnya, tidak ada satu kasuspun yang diangkat dalam artikel ini terkait dengan pendidikan di Asia Tenggara seperti Indonesia atau Malaysia.
     Penelitian tentang globalisasi melibatkan kajian tentang diskursus-diskursus yang berkembang di dunia, proses-prosesnya serta institusi-institusi yang melibatkan praktek dan kebijakan pendidikan lokal. Empat perspektif terkait dengan globalisasi dan pendidikan yang dikaji dalam tulisan ini adalah (1) budaya yang berkembang di dunia, (2) sistem yang berlaku di dunia, (3) postkolonial dan postkulturalis.
     Diskursus-diskursus yang berkembang saat ini adalah (1) pengetahuan ekonomi dan teknologi, (2) pembelajaran sepanjang hayat, (3) migrasi global atau sirkulasi kecerdasan, dan (4) neoliberation. Institusi-institusi dunia yang terlibat dalam diskursus internasional adalah World Bank, Organization for Economic Cooperation and Development (OECD), World Trate Organization (WTO), United Nation (UN), dan UNESCO. Namun, tidak ada pembahasan tentang sejauh mana diskursus-diskursus tersebut mempengaruhi pendidikan negara-negara yang berkembang separti di Indonesia.
    Selain itu, tes-tes berstandard internasional seperti Trends in Mathematics and Science Study (TIMSS) dan Program for Student Assessment (PISA), dan pembelajaran dalam bahasa Inggris dalam dunia bisnis memberikan sumbangan dalam keseragaman kurikulum nasional di belahan dunia manapun. Kritik yang dialamatkan tentang kecenderungan/tren global yang tengah terjadi adalah memberikan dukungan terhadap pendidikan-pendidikan alternatif yang akan melestarikan budaya-budaya dan bahasa-bahasa lokal, serta memastikan bahwa praktis-praktis pendidikan terjadi secara progresif untuk melindungi yang miskin dari yang kaya dan melindungi alam / lingkungan dan hak setiap manusia.  Namun, tidak ada kajian tentang kendala-kendala yang dihadapi oleh negara-negara berkembang dalam mengkonseptualisasi pendidikan yang global tetapi lokal (GLOCAL).
     Keseragaman kurikulum, instruksi, tes mungkin merupakan hasil dari trend-trend yang terjadi secara luas saat ini dan yang didiskusikan dalam artikel ini. Diskursus pendidikan global tentang pengetahuan ekonomi dan teknologi, pendidikan sepanjang hayat (lifelong learning), dan sumber daya manusia dalam pendidikan mempengaruhi kebijakan-kebijakan nasional yang diambil suatu negara bangsa. Penelitian menunjukkan bahwa organisasi-organisasi internasional (termasuk LSM), dan khususnya Bank Dunia, OECD (Organization for Economic Cooperation and Development) juga memberikan bantuan dalam perencanaan pendidikan terutama terkait dengan pengetahuan ekonomi dan sumber daya manusia dalam pendidikan. Keseragaman kurikulum global dipengaruhi oleh perbandingan skor-skor internasional yang standar misalnya TIMSS dan PISA. Diskursus tentang Neoliberalisme dan GATS mendorong privatisasi secara global pendidikan di dunia, terutama pendidikan pada jenjang perguruan tinggi, meningkatnya jasa-jasa informasi dan buku-buku yang ditawarkan dengan jejaring internasional, perusahaan multinasional. Migrasi secara internasional diistilahkan penulis sebagai brain circulation atau sirkulasi orang pintar di dunia, memberikan kontribusi pada berkembangnya keseragaman prakek-praktek pendidikan yang terjadi secara global dan tekanan lokal yang memastika bahwa pendidikan akan membantu lulusannya untuk berpartisipasi dalam ekonomi global. Perkembangan bahasa Inggris yang digunakan sebagai bahasa perdagangan global menyebabkan bahasa Inggris mendapat perhatian khusus dalam kurikulum nasional, termasuk di Indonesia.
      Ada beberapa kritikan yang dialamatkan terkait dengan keseragaman pendidikan. (1) Para ahli teori tentang sistem dunia berpendapat bahwa keseragaman itu merupakan proses untuk melegitimasi kegiatan-kegiatan negara-negara kaya atas negara-negara miskin. Dengan menggunakan analisis kritis postkolonial menyebutkan bahwa tren yang berkembang (globalisasi pendidikan) menunjukkan hegemoni kelompok elit di dunia. Sepakat dengan kaum kulturalis, analisis postkolonial dimaksudkan untuk memberikan dukungan kepada bentuk-bentuk alternatif tentang pendidikan yang disesuaikan dengan pengetahuan ekonomi dan sumber daya manusia, misalnya dengan teori progresif dan metode Freirian. (2) Penelitian budaya oleh para kulturalis menyimpulkan bahwa masyarakat lokal perlu mengadopsi praktek-praktek pendidikan yang disesuaikan dengan kebutuhan budaya lokal sehingga yang terjadi bukan lagi keseragaman tetapi mengembangkan praktek hybrid karena merupakan kombinasi budaya lokal dan global. Apakah kebudyaaan hybrid itu yang terbaik bagi Indonesia? Mungkin ya dan mungkin tidak. Bagaimanapun pendidikan yang terbaik bagi Indonesia adalah pendidikan yang berlandaskan pada fondasi atau dasar filososfi bangsa Indonesia, yaitu Pancasila. Hal itu mengingat bahwa bangsa Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk, multibudaya, pluralism. Keberagaman lokal itu tetap harus dibungkus sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Referensi
Spring, Joel. (2008). Research on Globalization and Education. Review of Educational Research. 78, 2.






Thursday, December 21, 2017

Sederhana itu Menentramkan

Hidup sederhana itu mudah diucapkan namun tak banyak yang bisa menjalaninya. Aku bersyukur bisa bertemu dengan orang-orang yang bersahaja penuh semangat dan suka cita menjalani kehidupan ini. Meskipun berat tampak jelas dari legam kulit dan guratan raut wajah mereka, namun mereka terus saja bekerja dan bergerak. Tak mau dikalahkan oleh waktu.  Kecintaan mereka terhadap hidup tergambar jelas di depan mata. Itulah pelajaran pertama yang harus kupetik. Ikhlas menjalani kehidupan ini sebagai apapun peran yang harus dilakoni.

Lihatlah Pak Toni dari Kecamatan Salahutu di Maluku. Dia dengan penuh semangat menarik perahu kecil nan sederhana berwarna biru, tak peduli hujan gerimis mengguyur tubuhnya yang kecil dan  berselimut plastik tipis. Dingin pasti, tetapi dia akan kembali lagi esok hari untuk melaut, menantang angin dan riak gelombang di laut untuk bekerja, mencari ikan. Dia memilih untuk tidak menyerah dan terus berusaha, ya setiap hari!




Demikian juga Pak Tinus yang dengan tekun merapikan jaring sederhananya di perahun tak beratap dan kecil sungguh. Tangannya kuat terlatih  menggulung dan mengulur tali dan jaring yang sangat sederhana itu. Tak peduli hujan membasahi badannya, kepalanya cukup bertopi plastik kresek yang dia dapat dari laut, dia terus saja telaten bekerja. Seberapapun ikan yang ditangkapnya hari itu, esoknya dia juga akan kembali ke laut untuk menggembleng diri demi menjalani kehidupan yang dititahkanNya. Meskipun sendirian, mereka akan tetap kembali untuk bercengkrama dengan angin, matahari, hujan, ombak, burung dan ikan di lautan.  Harapan itulah temannya!





Seperti juga para pekerja pelabuhan dan penjaja makanan di Sunda Kelapa, Jakarta. Seberapa berat beban yang harus mereka pikul hari itu, mereka akan selalu bekerja kembali. Meskipun terik matahari menyengat tubuh, toh tak menghalangi perjuangan mereka. Matahari adalah kawan, angin adalah teman.. Hidup memang harus diperjuangkan dan menyerah bukanlah pilihan. Itu adalah pelajaran berikutnya yang harus kucamkan.

Hidup secara realistis dan 'menginjak tanah' adalah pelajaran berikutnya yang harus harus kuterima. Bagi para pekerja seperti mereka, fisik adalah kebutuhan. Jadi, doa pertama yang terucap adalah mohon kesehatan dan keselamatan dari yang Kuasa, agar esok hari dapat kembali melakoni perannya masing-masing.

Bagiku, mereka-mereka adalah Sisipus yang nyata, bukan hanya hidup dalam mitologi Yunani atau dalam bukunya   Camus dalam "Myth de Sisyphus" (Edisi terjemahan dalam Bahasa Inggris dapat dibaca lebih lanjut di  atau https://postarchive.files.wordpress.com/2015/03/myth-of-sisyphus-and-other-essays-the-albert-camus.pdf sementara versi Bahasa Prancis bisa dibaca http://www.fadedpage.com/showbook.php?pid=20160912  atau sebagai pengenalan silakan buka di  https://en.wikipedia.org/wiki/The_Myth_of_Sisyphus ).

Dari para pekerja keras seperti mereka inilah kita diajari bagaimana menjadi manusia. Seberapapun beban hidup yang harus mereka jalani, mereka selalu berusaha dapat melakoninya dengan bahagia, karena itulah ketentraman. Kita memang harus membayangkan mereka bahagia, seperti halnya Sisipus.

Belajar hidup bersahaja memang sulit, tapi bukan berarti tidak mungkin. Barangkali kita akan sendirian, biarlah. Ketika banyak orang  memilih untuk bergonta-ganti tas dengan berbagai macam warna dan merk yang sesuai dengan baju-baju mereka yang trendi, sementara kita memilih menggunakan tas  dan baju yang 'itu-itu' saja tanpa peduli warna sepatu dan baju apalagi mengikuti tren! Ya, sederhana itu menjadi diri sendiri dan menikmati apa yang kita miliki.

Mungkin itu yang disebut bijaksana. Toh apapun peran kita, seberapapun tingginya jabatan  dan pendidikan yang kita miliki serta seberapapun banyak harta yang kita miliki, itu semua adalah ujian. Lolos atau tidaknya kita melewatinya, akan tergantung pada bagaimana kita melihat kehidupan ini. Mencintai kehidupan dengan sederhanapun akan sangat indah kalau kita menikmatinya. Memilih untuk tidak menuruti nafsu dan menjinakkan keinginan akan membantu menentramkan jiwa. Semoga kita dimampukan!

Wednesday, December 20, 2017

Motherhood in "Coco : Disney Pixar's Movie"

What do you remember about your childhood? Maybe the smell of a special dish from your mother's kettle or frying pan? Maybe the way your mother hug you, call you with funny name? Or even the way she yell at you when you didn't listen to her ? What ever it was, it is important !

When your mother or your beloved grand mother or aunt who act as a mother for you is still present, please enjoy the moment to be with her. Even though sometimes, it is weird and strange because she treats you as a kids ! Every mother in the world will always thinks that their children never grow up!

If your mom was passed away, I am sorry about that but please remember her because she need it.  Just like one of Coco's soundtrack (see the link : https://www.youtube.com/watch?v=3iDxU9eNQ_0 ). 



Maybe your remembrance will save them and bring them to heaven.  That's one of the message in "Coco - a Disney Pixar movie" directed by Lee Unkrich (see the teaser https://www.youtube.com/watch?v=r8NB2aaiM14 ).  Personally, this movie makes my tears dropped completely.  It was so touching and shake the bottom of my heart. Well, yes, Pixar is always my favorite! https://www.pixar.com/#home-coco

For me, through "Coco" - Pixar Studio's reminds us that family is always matter, what ever you do and you did or you will do, family will always beside you. You can't keep the hatred because it just make you sick as well as it is  suffering everyone around you. Probably, if we have a chance as Miguel's (the boy who has wonderful voice in this movie) to cross the border between living's world and the death's world, we would understand that making the deaths  alive in our memories and calling them in our praying are meaningful for them as well as for us.

I think, through "Coco", Lee Unkrich, the director, is successful in bringing and presenting Mexican's culture not only as a characteristic but also rich and  soulful which is presented through language, songs and dances.  Through this movie, we also  understand that the family bounding for Mexican is also very strong,  just like Indonesian. We always attach to our extended family!

If you are going to watch this movie with young children (age below 6 years old), you probably have to explain why so many skeletons in this movie are suddenly released and scattered but then merge and relive as our body, human live (https://www.youtube.com/watch?v=yg8116aeD7E).


 The children probably don't understand or afraid. The animation is from the word 'anime' means 'bring to live', so through a series of works, the animators and director, can  make anything live and act like human! Anything can happen, but only on the screen.  :)

If you want to watch it on cinema, please check the playing schedule in your town here  http://www.21cineplex.com. I hope you don't miss it, I am sure it will bring you travel back to the moment where it was so wonderful for you and for your beloved mom. Please enjoy!



Happy Mother Day to every Mom in the world! 💖





Tuesday, December 19, 2017

Active Listening in Foreign Language Learning

In learning foreign language, listening is the first competence to acquired and followed by speaking, reading and writing. To understand what we are listening, we need to focus and to concentrate to what is said. The aims is that we can remember, recall, rethink and reproduce the information given with our own words on our mind or we called it as paraphrasing. More advanced, not only paraphrasing but also judging or valuing the information received. Listening is a fundamental activity in learning foreign language. It is conscious activities which required attention as well as critical thinking.

Good listeners are potentials to be a  good speaker, reader and also writer with some efforts of course.  Practicing is the key of all the competence in every skills, including in foreign language acquisition. As the proverb said, "Practice make perfect" or "How sharp the knife is, it will be useless if we don't use it." The more we practice the more we can achieve. So, it needs discipline, continuation and willingness.

Most people failed in gaining high proficiency score in foreign language test because of the listening problem. Improving the ability of listening maybe can help. Hearing is not listening. Most people failed in listening because they are only hearing.

Next reading will help us to guide the students or our self to be an active listener.
https://www.mcgill.ca/engage/files/engage/active_listening_and_effective_questioning.pdf







Friday, December 15, 2017

Menjadi Orang Tua Jaman Now


Sebetulnya saya tidak terlalu suka menggunakan bahasa gado-gado seperti judul tulisan ini. Secara kebahasaan, jelas tidaklah baku. Tapi bagaimana lagi, terkadang kita tidak kuasa menolak berbagai macam hal yang berkembang demikian pesat yang dibawa oleh pesatnya revolusi teknologi yang sedang melanda dunia, termasuk di Indonesia.

Tata bahasapun seringkali terjungkilbalik karena  derasnya arus kecepatan, keinstanan serta keviralan dan ke-update-annya melalui media sosial dan media online lainnya yang sadar atau tidak sangat gencar membombardir isi kepala kita. Tanpa kita peduli siapa yang memulainya. Tujuan utamanya adalah mengubah  paradigma berpikir kita, agar kemudian bisa diterima sebagai kebenaran. Apakah secara kebahasaan hal itu menjadi suatu kebenaran? Secara akademis, setidaknya sampai saat ini, tentulah tidak bisa diterima, tetapi apakah bisa diterima secara umum, tentu saja. Apakah berpotensi untuk diterima secara akademis? Mungkin saja, kalau ada aturan baru yang diterima untuk menggantikan aturan lama.  Dalam dunia yang penuh dengan ketidakpastian, berbagai kemungkinan bisa saja terjadi. Akankah hal ini bisa dijawab melalui penelitian-penelitian pendidikan kita? Biarlah ini dijawab oleh para pakar pendidikan dan peneliti di Indonesia.

Lalu, bagaimana menjadi orang tua di jaman now?  Bisakah kita bertahan dengan berbekal ilmu yang taken for granted?  Atau jangan-jangan kita juga harus ikut harus berubah? Sebagai orang tua jaman sekarang, tantangannya sungguh bermacam-macam. Sepuluh tahun yang lalu, ketika anak saya yang pertama mulai bisa melihat warna dengan jelas, kira-kira umur 7-8 bulan, rival terberat saya adalah televisi kabel dengan chanel Baby TV, Cbeebies, Disney Junior. Ketakjuban anak saya akan program-program itu masih bisa saya kendalikan dan saya alihkan dengan membatasinya dengan waktu dan mengajaknya naik sepeda, jalan-jalan atau hanya sekedar main ke tempat tetangga. Meskipun tetap saja, setiap kali di depan program-program itu, anak saya tetap saja bisa berlama-lama 'melongo' dan minimal ya paham bahasa Inggris juga sih tanpa saya ajari. Mungkin itu sisi baiknya. Selain itu, karena sifatnya berbayar, maka tayangan iklan dan godaannya tentu saja dapat diminimalisir.

Nah sekarang, 'rival' terberat saya di rumah adalah wi-fi yang karena kebutuhan bisnis, mau tidak mau harus diinstal di rumah dan merasuki setiap sudut ruangan dengan leluasa! Kegandrungan akan wi-fi merasuki semua orang, termasuk kami, orang tuanya. Televisi yang tadinya bisa dikontrol dengan pilihan chanel, sekarang terhubung dengan sangat mudah dan cepat pada you tube! dan online. Alamak.... dimana buku / referensi yang bisa saya gunakan sebagai pegangan untuk mendidik anak-anak ini? Tidak ada...hadew... tampaknya kita memang harus membuat dan meramu teori sendiri. Frustasi tidaklah cukup. Marah-marah dan melarang sama sekali anak-anak menggunakan gadget untuk main games atau asyik sekedar nonton "Kuda Pony" sepertinya bukanlah jurus yang tepat. Anak saya yang kecil sedang gandrung dengan  'kuda' apapun jenis dan bentuknya. Ada yang bergincu, berpakaian cantik, rambut pink, coklat, ungu dan lain lain bahkan sekedar galoping atau lomba lari kuda sayangnya hanya digerakkan lewat jari dan layar tab!

Jelas, interface Cbeebies (cek lebih lanjut di http://www.bbcasia.com/channels/cbeebies/, atau http://disneyjunior.disney.id/, natgeo kids https://kids.nationalgeographic.com/videos/ ) lebih saya sukai sekarang, karena ternyata jauh lebih 'children friendly' dibandingkan video-video yang beredar sekarang terutama melalui you tube atau games yang sering kali iklan-iklannya muncul slonong boy tanpa permisi yang kontennya belum tentu cocok untuk umur mereka.


Saya seringkali merasa kehabisan energi untuk marah-marah! Mungkin sudah waktunya saya tidak lagi senewen dan sewot dan cukup memberikan batasan waktu. Tampaknya lebih efektif dan juga membuat anak-anak sibuk di luar rumah untuk melakukan kegiatan yang tidak memerlukan wi fi! Tapi itu sangatlah menyita waktu, energi dan juga bugdet. Tentu saja itu adalah pengorbanan dan apa boleh buat, mudah-mudahan itu membuat anak-anak mengerti bahwa banyak hal yang bisa dikerjakan selain  'olah raga' jari dan  mata.

Jadi, saya sudah bertekad sekarang untuk membiasakan dan melatih mereka untuk dapat mengontrol diri melalui pembatasan waktu. Harapannya agar mereka  dapat belajar mengontrol diri sendiri untuk berhenti dan mengatakan cukup. Disiplin untuk mengatakan tidak pada diri sendiri. Berat memang, tapi itulah tantangan. Semoga bermanfaat. 😊

Thursday, December 14, 2017

Selamat Datang! Welcome! Soyez Bienvenue!









Blog Olah Kata-kata  merupakan hasil karya tulisan saya tentang berbagai macam pikiran terkait berbagai  macam hal (pendidikan, sastra, kebudayaan, perjalanan, kemanusiaan, keluarga dan lain-lain). Pikiran-pikiran tersebut kemudian diolah, ditimbang, didiskusikan, direfleksikan untuk kemudian  dituangkan melalui kalimat-kalimat dan paragraf-paragraf yang terkumpul menjadi karya tulisan yang terdokumentasi dalam blog ini.

Selain sebagai sarana ekspresi dan aktualisasi diri, harapannya, tulisan-tulisan dalam blog Olah Kata-kata dapat memberikan inspirasi kepada sesama dan juga dapat bermanfaat bagi pembaca.

Kritik, saran serta diskusi tentang perbaikan blog ini sangat diharapkan.

Salam.
Yeni Artanti (yenarta).
Olah Kata-kata

______________________________________________________

"Words Processed Blog" is the result of my writings processes about  various thoughts related to various things (education, literature, culture, travel, humanity, family and others). The thoughts are then reflected and sometimes discussed to mostly husband or friends then poured through the sentences and paragraphs that transform into collected writings in  this blog.

Apart as self-expression, I expect that the readers can find some information and also inspiration in developing and disseminating the human values to be better human being in the world.

Suggestions and discussions are welcome.

Regards.
Yeni Artanti (yenarta)
Olah Kata-kata

______________________________________________________



"Le process du mots" est le résultat de mes pensées (éducation, littérature, culture, voyages, humanité, famille et autres). Les pensées sont ensuite réfléchies et parfois discutées à la plupart du temps avec mon mari ou les amis puis versées à travers les phrases et les paragraphes qui se transforment en écrits rassemblés dans ce blog.


En dehors de l'expression de soi, j'espere que les lecteurs puissent trouver de l'information et aussi de l'inspiration en dĂ©veloppant et en diffusant les valeurs des humaines pour ĂȘtre un meilleur dans le monde.


Suggestions et discussions sont les bienvenues.


Cordialement.

Yeni Artanti (yenarta).
Olah Kata-kata.