Secara
umum, artikel ini merupakan hasil kajian komparatif berbagai macam literatur
tentang pendidikan yang terjadi sampai saat ini. Tulisan ini juga memberikan
gambaran tentang globalisasi yang awalnya terjadi di bidang ekonomi
terutama produksi, konsumsi dan investasi yang kemudian dengan cepat menyebar
ke negara bangsa di penjuru dunia sehingga mempengaruhi secara politis maupun budaya
termasuk pendidikan dalam kebijakan maupun secara praktis. Sayangnya, tidak ada
satu kasuspun yang diangkat dalam artikel ini terkait dengan pendidikan di Asia
Tenggara seperti Indonesia atau Malaysia.
Penelitian tentang globalisasi
melibatkan kajian tentang diskursus-diskursus yang berkembang di dunia, proses-prosesnya
serta institusi-institusi yang melibatkan praktek dan kebijakan pendidikan
lokal. Empat perspektif terkait dengan globalisasi dan pendidikan yang dikaji
dalam tulisan ini adalah (1) budaya yang berkembang di dunia, (2) sistem yang
berlaku di dunia, (3) postkolonial dan postkulturalis.
Diskursus-diskursus yang berkembang
saat ini adalah (1) pengetahuan ekonomi dan teknologi, (2) pembelajaran
sepanjang hayat, (3) migrasi global atau sirkulasi kecerdasan, dan (4)
neoliberation. Institusi-institusi dunia yang terlibat dalam diskursus
internasional adalah World Bank,
Organization for Economic Cooperation and Development (OECD), World Trate
Organization (WTO), United Nation (UN), dan UNESCO. Namun, tidak ada
pembahasan tentang sejauh mana diskursus-diskursus tersebut mempengaruhi
pendidikan negara-negara yang berkembang separti di Indonesia.
Selain itu, tes-tes berstandard internasional
seperti Trends in Mathematics and Science Study (TIMSS) dan Program for Student
Assessment (PISA), dan pembelajaran dalam bahasa Inggris dalam dunia bisnis
memberikan sumbangan dalam keseragaman kurikulum nasional di belahan dunia
manapun. Kritik yang dialamatkan tentang kecenderungan/tren global yang tengah
terjadi adalah memberikan dukungan terhadap pendidikan-pendidikan alternatif
yang akan melestarikan budaya-budaya dan bahasa-bahasa lokal, serta memastikan
bahwa praktis-praktis pendidikan terjadi secara progresif untuk melindungi yang
miskin dari yang kaya dan melindungi alam / lingkungan dan hak setiap
manusia. Namun, tidak ada kajian tentang
kendala-kendala yang dihadapi oleh negara-negara berkembang dalam
mengkonseptualisasi pendidikan yang global tetapi lokal (GLOCAL).
Keseragaman kurikulum, instruksi,
tes mungkin merupakan hasil dari trend-trend yang terjadi secara luas saat ini
dan yang didiskusikan dalam artikel ini. Diskursus pendidikan global tentang
pengetahuan ekonomi dan teknologi, pendidikan sepanjang hayat (lifelong
learning), dan sumber daya manusia dalam pendidikan mempengaruhi
kebijakan-kebijakan nasional yang diambil suatu negara bangsa. Penelitian
menunjukkan bahwa organisasi-organisasi internasional (termasuk LSM), dan
khususnya Bank Dunia, OECD (Organization
for Economic Cooperation and Development) juga memberikan bantuan dalam
perencanaan pendidikan terutama terkait dengan pengetahuan ekonomi dan sumber
daya manusia dalam pendidikan. Keseragaman kurikulum global dipengaruhi oleh
perbandingan skor-skor internasional yang standar misalnya TIMSS dan PISA.
Diskursus tentang Neoliberalisme dan GATS mendorong privatisasi secara global
pendidikan di dunia, terutama pendidikan pada jenjang perguruan tinggi,
meningkatnya jasa-jasa informasi dan buku-buku yang ditawarkan dengan jejaring
internasional, perusahaan multinasional. Migrasi secara internasional
diistilahkan penulis sebagai brain
circulation atau sirkulasi orang pintar di dunia, memberikan kontribusi
pada berkembangnya keseragaman prakek-praktek pendidikan yang terjadi secara
global dan tekanan lokal yang memastika bahwa pendidikan akan membantu
lulusannya untuk berpartisipasi dalam ekonomi global. Perkembangan bahasa
Inggris yang digunakan sebagai bahasa perdagangan global menyebabkan bahasa
Inggris mendapat perhatian khusus dalam kurikulum nasional, termasuk di
Indonesia.
Ada beberapa kritikan yang dialamatkan
terkait dengan keseragaman pendidikan. (1) Para ahli teori tentang sistem dunia
berpendapat bahwa keseragaman itu merupakan proses untuk melegitimasi
kegiatan-kegiatan negara-negara kaya atas negara-negara miskin. Dengan
menggunakan analisis kritis postkolonial menyebutkan bahwa tren yang berkembang
(globalisasi pendidikan) menunjukkan hegemoni kelompok elit di dunia. Sepakat
dengan kaum kulturalis, analisis postkolonial dimaksudkan untuk memberikan
dukungan kepada bentuk-bentuk alternatif tentang pendidikan yang disesuaikan
dengan pengetahuan ekonomi dan sumber daya manusia, misalnya dengan teori
progresif dan metode Freirian. (2) Penelitian budaya oleh para kulturalis
menyimpulkan bahwa masyarakat lokal perlu mengadopsi praktek-praktek pendidikan
yang disesuaikan dengan kebutuhan budaya lokal sehingga yang terjadi bukan lagi
keseragaman tetapi mengembangkan praktek hybrid karena merupakan kombinasi
budaya lokal dan global. Apakah kebudyaaan hybrid itu yang terbaik bagi
Indonesia? Mungkin ya dan mungkin tidak. Bagaimanapun pendidikan yang terbaik
bagi Indonesia adalah pendidikan yang berlandaskan pada fondasi atau dasar
filososfi bangsa Indonesia, yaitu Pancasila. Hal itu mengingat bahwa bangsa
Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk, multibudaya, pluralism.
Keberagaman lokal itu tetap harus dibungkus sebagai Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
Referensi
Spring, Joel. (2008). Research on Globalization and Education. Review of Educational Research. 78, 2.
Jurnal dapat dibaca dan diunduh melalui : http://202.116.42.39/kcyjxl/sskc/jxtj/pdf/2/3.Research%20on%20Globalization%20and%20Education.pdf
0 comments:
Post a Comment